SASTRA.QLEE.XYZ - Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, tinggal seorang ibu tunggal bernama Sinta bersama kedua anaknya, Raka dan Nisa. Kehidupan mereka jauh dari kemewahan, tetapi Sinta selalu berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Ia bekerja sebagai penjahit di sebuah konveksi dan kadang-kadang mengambil pekerjaan sampingan menjahit pakaian di rumah. Gajinya tak seberapa, namun ia selalu menyisihkan sebagian untuk keperluan pendidikan anak-anaknya. Baginya, pendidikan adalah satu-satunya jalan agar anak-anaknya bisa memiliki masa depan yang lebih baik.
Sejak suaminya meninggal lima tahun lalu karena sakit, Sinta harus berjuang sendirian. Ia merasa kehilangan besar, namun tak punya pilihan selain melanjutkan hidup. Raka yang saat itu berusia 10 tahun dan Nisa yang baru 6 tahun belum sepenuhnya mengerti kesedihan yang dirasakan ibunya. Meski begitu, Sinta menyadari bahwa mereka adalah alasan terkuat baginya untuk bertahan.
Setiap pagi, setelah memasak sarapan dan memastikan kedua anaknya berangkat ke sekolah, Sinta pergi bekerja. Ia pulang malam hari dengan tubuh yang lelah, tetapi selalu menyempatkan diri untuk bertanya tentang pelajaran anak-anaknya. Raka dan Nisa adalah anak-anak yang cerdas, dan Sinta sangat bangga pada mereka. Walau begitu, ia tahu bahwa kepintaran mereka tak akan berarti jika ia tidak bisa mendukung pendidikan mereka.
Sinta sering mengajarkan anak-anaknya untuk hidup sederhana dan bersyukur. Ia selalu berkata, "Kita mungkin tidak punya banyak uang, tetapi kita punya cinta dan kasih sayang. Itu lebih dari cukup untuk membuat kita bahagia." Raka dan Nisa tumbuh dengan penuh cinta dan tanggung jawab. Mereka mengerti bahwa ibunya telah berkorban banyak untuk mereka, sehingga mereka berusaha untuk tidak merepotkan ibunya.
Di sela-sela pekerjaannya, Sinta sering menabung sedikit demi sedikit untuk keperluan sekolah anak-anaknya. Ia rela menahan lapar atau mengorbankan kebutuhan pribadinya demi masa depan Raka dan Nisa. Kadang-kadang, ketika melihat teman-teman sebayanya yang memiliki kehidupan yang lebih mudah, Sinta merasa iri. Namun, ia segera menepis perasaan itu. Ia yakin bahwa pengorbanannya akan membuahkan hasil di masa depan.
Suatu hari, saat pulang bekerja, Sinta mendapati Raka sedang membaca buku di bawah lampu kecil. Ketika didekati, Sinta melihat bahwa Raka sedang membaca buku matematika untuk kelas yang lebih tinggi dari usianya. "Ibu, aku ingin menjadi insinyur suatu hari nanti," kata Raka dengan mata berbinar. Sinta merasakan gelombang emosi yang kuat. Di dalam hatinya, ia berjanji bahwa apa pun yang terjadi, ia akan melakukan segala cara agar Raka bisa meraih mimpinya.
Perjuangan Sinta semakin berat ketika harga kebutuhan pokok mulai naik. Penghasilannya sebagai penjahit tidak cukup untuk menutupi semua kebutuhan keluarga. Akhirnya, ia memutuskan untuk menerima pekerjaan tambahan sebagai asisten rumah tangga di akhir pekan. Setiap Minggu, ia bekerja membersihkan rumah orang demi mendapatkan tambahan uang untuk tabungan pendidikan anak-anaknya.
Meski pekerjaannya melelahkan, Sinta tidak pernah mengeluh. Raka dan Nisa sering kali bertanya apakah ibunya baik-baik saja, namun Sinta selalu tersenyum dan berkata, "Ibu kuat, Nak. Semua ini ibu lakukan untuk kalian." Senyumnya mungkin tidak selalu tulus, tetapi ia ingin anak-anaknya percaya bahwa semua akan baik-baik saja.
Waktu berlalu, dan hasil kerja keras Sinta mulai terlihat. Raka berhasil lulus SMA dengan nilai tinggi dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di universitas. Sinta menangis haru ketika mendengar kabar ini. Perjuangannya selama bertahun-tahun tidak sia-sia. Mimpi Raka untuk menjadi insinyur perlahan mulai mendekati kenyataan. Di saat yang sama, Nisa juga menunjukkan bakat dalam bidang seni. Ia memenangkan berbagai lomba melukis di sekolahnya, membuat Sinta semakin yakin bahwa anak-anaknya memiliki masa depan yang cerah.
Ketika Raka masuk universitas, Sinta merasakan kebanggaan yang mendalam. Meski demikian, ia masih harus bekerja keras untuk mendukung pendidikan Nisa yang kini beranjak remaja. Ia terus bekerja tanpa mengenal lelah, meskipun usianya semakin tua. Namun, anak-anaknya kini sudah cukup besar untuk memahami pengorbanan yang dilakukan ibu mereka.
Pada suatu kesempatan, Raka pulang dari universitas dan memberi ibunya sebuah bingkisan kecil. Ketika Sinta membukanya, ia menemukan sebuah foto keluarga mereka yang sudah lama ia simpan, namun kini sudah ditempeli bingkai emas. Di balik foto itu tertulis, "Untuk ibu, wanita paling kuat dan berharga dalam hidup kami. Terima kasih atas semua yang ibu lakukan."
Sinta tidak bisa menahan tangisnya. Anak-anaknya, yang dulu kecil dan tak berdaya, kini tumbuh menjadi pribadi yang berani dan penuh kasih. Ia menyadari bahwa semua pengorbanannya telah berbuah manis. Meskipun jalan hidupnya tidak mudah, ia berhasil membawa anak-anaknya hingga ke titik ini. Dalam hatinya, ia merasa damai.
Kini, Raka berhasil bekerja sebagai insinyur di perusahaan besar, dan Nisa menjalani karier sebagai seniman yang dikenal. Mereka sering kali mengunjungi ibunya, membawa kebahagiaan yang selalu dinanti. Sinta tidak lagi harus bekerja keras, karena anak-anaknya dengan bangga merawatnya dengan kasih sayang yang tulus.
Sinta menyadari bahwa hidup adalah tentang perjuangan, tetapi di balik perjuangan itu selalu ada harapan dan cinta. Kisahnya adalah bukti bahwa seorang ibu tunggal, meskipun harus melalui berbagai rintangan, bisa membesarkan anak-anak yang sukses dan bahagia. Perjuangannya menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang percaya bahwa cinta ibu adalah kekuatan terbesar di dunia.