Di ufuk barat, senja merona,
Langit bersemu jingga, bersanding awan kelabu.
Seperti kanvas tua yang memudar oleh waktu,
Oktober menari perlahan, membawa nostalgia masa lalu.
Rintik hujan mulai menyapa, lembut,
Butir-butir kecil jatuh perlahan,
Mengalun di udara seperti bisikan rahasia,
Mengendap di jendela, membentuk lukisan hening tanpa suara.
Di bawah naungan awan kelam yang perlahan turun,
Warna langit berubah dari jingga ke perak,
Hening malam mengintip di sela-sela tirai senja,
Seolah menunggu panggilan sunyi dari hujan yang menggema.
Setiap tetesnya membawa cerita,
Tentang cinta yang pernah tumbuh di antara hari-hari kemarau,
Tentang janji yang terucap di bawah langit biru,
Namun kini terbungkus kabut, tertelan dalam sunyi dan rindu.
Rintik hujan, seperti jemari halus menyentuh bumi,
Mengusap lembut daun-daun yang berguguran,
Menyelimuti jalan-jalan sepi, basah oleh kenangan,
Yang terhempas dalam tiap detak waktu yang terus berlalu.
Senja Oktober, di antara rintik hujan,
Adalah saat di mana dunia seakan berhenti,
Di mana waktu menjadi samar,
Dan hanya ada kesunyian, ditemani gemericik air yang jatuh lirih.
Langit seakan menangis,
Mengenang setiap detik yang tak akan pernah kembali,
Mungkin ia merindukan masa lalu,
Atau mungkin ia hanya ingin diam dalam damai, tanpa tanya dan jawab.
Di bawah payung senja, langkah-langkah kecil
Berjalan tanpa tujuan, terjebak di antara mimpi dan kenyataan.
Rintik hujan menjadi irama pengiring,
Seperti alunan musik klasik yang dimainkan dalam bisu malam.
Lampu-lampu kota mulai menyala,
Memantul di genangan air, menciptakan cahaya yang berpendar.
Di sudut jalan, aroma tanah basah menguar,
Menyatu dengan wangi angin, membawa harapan yang entah kapan akan kembali bersinar.
Ada keindahan dalam hujan yang jatuh di senja,
Seperti cerita lama yang kembali terungkap,
Mengalir dalam diam, membiarkan kenangan melintas,
Dan di tiap tetesnya, ada rindu yang terpendam, tak terucap.
Rintik hujan di senja Oktober ini,
Menyapa bumi dengan kelembutan yang tak terjelaskan,
Seakan ia paham, bahwa setiap akhir adalah awal,
Dan di balik kelam, selalu ada terang yang menunggu untuk kembali bersinar.
Biarkan hujan menari malam ini,
Mengalunkan simfoni rindu di tengah hening,
Di antara desah angin dan gemericik air,
Kita adalah dua jiwa yang terdiam, menyatu dengan waktu yang terus mengalir.
Senja meredup, hujan masih melantun,
Malam merayap, membawa dingin yang perlahan menusuk.
Namun di hati, ada hangat yang tumbuh,
Di antara kenangan yang dibasuh hujan, dan harapan yang perlahan bersemi kembali.
Oktober ini adalah tentang hujan,
Tentang rintiknya yang tak pernah lelah menyapa bumi,
Tentang senja yang selalu berpamit dengan senyuman muram,
Dan tentang kita, yang masih setia menunggu terang di balik gulita.